TUGAS AGAMA
PANDANGAN
AGAMA ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN
Disusun
Oleh:
1. ANISA
ROHMATUN ( 120208
)
2. MUTH
MAINNAH ( 120210 )
3. RIZKY
AMALIA WIDAYANTI (
120211 )
4. RADIANITA
ANGGI SASKIA (
120212 )
AKADEMI
KEBIDANAN YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2012
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirrobil’alamin.
Segala puji bagi Allah SWT, yang tiada Tuhan selain diriNya yang menguasai alam
semesta ini, dan telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua,
sehingga dengan ijinNya penulis dapat menyelesaikan makalah Pandangan Agama
Islam terhadap Pernikahan.
Penyusunan tugas
makalah ini tidak akan terlaksana tanpa bentuan, bimbingan dan pengarahan dari
semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampu mata Kuliah Agama Islam yang telah memberikan kepercayaan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada kami.
Dengan segala
kerendahan hati, Penulis menyadari bahwa tugas Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik, saran dan evaluasi
demi peningkatan Makalah ini.
Yogyakarta,
19 Desember 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
i
DAFTAR ISI.............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................
2
C.
Tujuan...............................................................................................................
2
D.
Manfaat............................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nikah..............................................................................................
3
B.
Tujuan Pernikahan dalam Islam........................................................................
4
C.
Dalil Pernikahan dalam Islam...........................................................................
4
D.
Hukum Pernikahan Menurut Islam..................................................................
5
E.
Tata Cara Pernikahan dalam Islam...................................................................
6
F.
Pernikahan yang Dilarang dalam Islam.............................................................
9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................................
11
B.
Saran.................................................................................................................
11
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam merupakan risalah terakhir dari langit ke
bumi. Islamlah yang telah membawa dunia menuju revolusi besar dalam berbagai
aspek kehidupan. Diantara revolusi terbesarnya adalah tentang adanya
aturan-aturan dalam hubungan antara manusia dengan manusia melalui sebuah
hubungan pernikahan. Aturan-aturan ini diramu sedemikian rupa sehingga orang
yang patuh pada aturan yang dibuat itu akan menemukan suatu kebahagiaan dan
kedamaian.
Islam menata hidup pernikahan dengan
sempurna, karena melalui pernikahan manusia dapat
saling mengisi, menjalin hubungan kekeluargaan, dan meneruskan keturunan.
Dalam Islam pernikahan merupakan suatu aqad (perjanjian) yang diberkahi antara
seorang laki-laki dan seorang wanita, yang dengannya dihalalkan bagi keduanya
hal-hal yang sebelumnya dilarang. Pernikahan merupakan penenang jiwa, penetram
hati, sekaligus sebagai sarana agar suami istri dapat mencurahkan kasih sayang,
mewujudkan kerukunan, saling tolong menolong, saling mengingatkan dan
menasehati, serta bertoleransi. Yang demikian itu dimaksudkan agar keduanya
dapat menciptakan suasana yang membahagaiakan dan mewujudkan keluarga yang
sakinah dan penuh rahmah.
Pernikahan merupakan hubungan jiwa
dengan jiwa yang sangat erat, yang diikatkan oleh Allah antara dua jiwa itu
agar keduanya mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan didalam
rumah tangga yang penuh keharmonisan dan kasih sayang yang tulus serta
kelembutan. Hal ini dilukiskan al-Qur'an dalam surat Ar-rum:21, yang artinya:
"Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya itu adalah Dia telah menciptakan bagi kalian istri-istri dari
jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya dianatara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Demikian itulah hubungan rabbany yang
sangat erat dan kuat yang diikatkan oleh Allah antara dua jiwa manusia muslim,
sehingga mereka bertemu dalam nuansa keislaman, saling perhatian, saling tolong
menolong, dan saling menasehati.
B.
Perumusan Masalah
Pembahasan tentang pernikahan ini sangatlah luas, tetapi dalam
makalah ini penulis hanya menjelaskan beberapa hal sebagai berikut :
1. Apa pengertian pernikahan?
2. Apa tujuan pernikahan dalam Islam?
3.
Apa dalil
pernikahan dalam Islam?
4. Bagaimana hukum pernikahan
menurut Islam?
5.
Bagaimana tata cara pernikahan dalam Islam?
6. Pernikahan
apa saja kah yang dilarang?
7. Apa hikmah dari pernikahan?
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pandangan
agama Islam terhadap pernikahan.
2.
Tujuan Khusus
Untuk mngetahui pengertian, tujuan, dalil, hukum, tata cara, hikmah, serta jenis
pernikahan yang dilarang oleh agama Islam.
D.
Manfaat
1.
Menambah pengetahuan tentang pernikahan menurut pandangan
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan dalam istilah syariah
(fiqh) Islam adalah suatu akad (transaksi) yang menyebabkan menjadi halal atau
legalnya hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan
Menurut bahasa Arab An-Nikaah berarti adh-dhamm
(menghimpun). Kata ini dimutlakkan untuk akad atau persetubuhan.
Dalam pengertian umum, pernikahan/perkawinan adalah
upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai pria dan
wanita dengan tujuan melegalkan hubungan dua lawan jenis yang akan hidup dalam
satu atap baik legal secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.
Adapun menurut syari’at, Ibnu Qudamah rahimahullaah
berkata, “Nikah menurut syari’at adalah akad perkawinan. Ketika kata nikah
diucapkan secara mutlak, maka kata itu bermakna demikian selagi tidak ada satu
pun dalil yang memalingkan darinya.”
Al-Qadhi rahimahullaah mengatakan, “Yang paling
sesuai dengan prinsip kami bahwa pernikahan pada hakikatnya berkenaan dengan
akad dan persetubuhan sekaligus.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” [An-Nisaa' : 22]
“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” [An-Nisaa' : 22]
B.
Tujuan Pernikahan dalam Islam
v
Fitrah Manusia
Menyukai lawan jenis dan kemudian menikah adalah hal yang wajar, dan memang
fitrah manusia. Pernikahan adalah jalan hidup memang yang harus terjadi un tuk
memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan
jasmani maupun rohani.
v
Ibadah
Dalam agama islam, masa hidup seseorang haruslah dipergunakan untuk
beribadah. Salah satu contoh yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Tersebut
adalah menikah. Sebuah rumah tangga adalah ladang amal dan pahala, karena itu
menikah sangat dianjurkan dalam agama islam.
v
Memperoleh Keturunan
Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan anak atau keturunan.
Hal ini bertujuan untuk memperoleh generasi penerus keluarga. Namun, apabila
tujuan pernikahan tersebut tidak terlaksana, jangan serta merta menjadi gusar
dan marah kepada Allah SWT. Hal ini bisa jadi merupakan sebuah cobaan yang
mampu meningkatkan kemampuan spiritual kita terhadap Sang Pencipta.
v
Menghindari Zina
Salah satu tujuan menikah juga untuk
membentengi diri dari hal-hal yang negatif dan mengundang dosa. Anda janga
berfikir bahwa zina itu hanyalah berhubungan badan dengan lawan jenis yang
bukan muhrim. Saling berpandangan, bersentuhan, atau bahkan memenuhi hati dan
pikiran dengan lawan jenis adalah salah satu bentuk dari zina kecil.
Untuk menghindari dosa tersebut, Rasulullah pun menganjurkan umatnya untuk
segera menikah. Dengan adanya ikatan pernikahan, Anda dan pasangan pun menjadi
halal, malah akan dinilai ibadah bila anda dan pasangan selalu berdekatan dan
romantis.
v
Menciptakan Keluarga Islami
Tujuan pernikahan yang lain adalah untuk membentuk keluara islami. Rumah
tangga islami adalah sebuah rumah tangga yang berjalan sesuai dalam koridor
agama islam. Pernikaha hanya akan dinilai ibadah dan mendapat pahala apabila
suami istri tersebut mampu mengamalkan segala hal yang positif yang memang menjadi ajaran agama.
Ø Menurut Al-Ustadz
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
a.
Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang
sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang
pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti
cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya
yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
b. Untuk
Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
Sasaran utama
dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan
dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan
pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
c. Untuk
Menegakkan Rumah Tangga yang Islami.
Tujuan
yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam
dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at
Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin
membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa
kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus kafa-ah dan shalihah.
Ø Dalil Pernikahan dalam Islam
1. QS
An-Nisa' 4:3)
فَانكِحُوا مَا طاب لَكُم مِّنَ النِّساءِ مَثْنى وَ ثُلَث وَ رُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً
Artinya: Maka, nikahilah perempuan
yang kamu senangi dua, tiga atau tempat. Tetapi jika kamu khawatur tidak
berlaku adil, maka (nikahilan) seorang saja.(QS An-Nisa' 4:3)
2. Hadits:
تزوجوا الوَدود الوَلود ، فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة
Artinya: Menikahlah dengan perempuan subur dan disenangi. Karena aku ingin
(membanggakan) banyaknya umatku (pada Nabi-nabi lain) di hari kiamat (Hadits
sahih riwayat Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Majah).
3. Ijmak (kesepakatan) ulama fiqh atas sunnah dan bolehnya menikah.
Ø Hukum
Pernikahan Menurut Islam
Hukum nikah dikategorikan menjadi 5 yang berpulang kepada kondisi pelakunya :
1)
Wajib
Hukum nikah
menjadi wajib bagi orang yang secara jasmaniah sudah layak untuk menikah,
secara rohaniah sudah dewasa (baligh) dan matang serta memiliki kemampuan untuk
membiayai pernikahan dan menghidupi keluarganya. Jika tidak menikah
dikhawatirkan akan jatuh ke dalam perbuatan zina.
2)
Sunnah
Sejumlah ulama sepakat bahwa hukum asal pernikahan adalah sunnah. Mereka beralasan antara lain atas firman Allah SWT sebagai berikut.
Sejumlah ulama sepakat bahwa hukum asal pernikahan adalah sunnah. Mereka beralasan antara lain atas firman Allah SWT sebagai berikut.
Artinya : “Nikahilah
orang-orang yang menyendiri di antara kamu dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin, merekadijadikan kaya oleh Allah dengan karunia-Nya. Allah
Maha Luas karunia-Nya dan Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur : 32)
3)
Mubah (boleh)
Hukum menikah menjadi mubah bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.
Hukum menikah menjadi mubah bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.
4)
Makruh
Hukum menikah menjadi makruh bagi laki-laki yang secara jasmaniah sudah layak untuk menikah, kedewasaan rohaniah sudah matang, tetapi tidak mempunyai biaya untuk menikah dan bekal hidup berumah tangga. Orang semacam ini dianjurkan untuk tidak menikah dulu dan mengendalikan hawa nafsunya dengan cara berpuasa.
Hukum menikah menjadi makruh bagi laki-laki yang secara jasmaniah sudah layak untuk menikah, kedewasaan rohaniah sudah matang, tetapi tidak mempunyai biaya untuk menikah dan bekal hidup berumah tangga. Orang semacam ini dianjurkan untuk tidak menikah dulu dan mengendalikan hawa nafsunya dengan cara berpuasa.
5)
Haram
Hukum menikah menjadi haram bagi laki-laki yang menikahi wanita dengan maksud menyakiti dan mempermainkannya. Pernikahan semacam ini syah menurut syariat jika terpenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi, pernikahan semacam ini berdosa di hadapan Allah karena tujuannya buruk.
Hukum menikah menjadi haram bagi laki-laki yang menikahi wanita dengan maksud menyakiti dan mempermainkannya. Pernikahan semacam ini syah menurut syariat jika terpenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi, pernikahan semacam ini berdosa di hadapan Allah karena tujuannya buruk.
Ø
Tata Cara Pernikahan dalam Islam
Islam adalah
agama yang syumul (universal), yakni agama yang mencakup semua sisi kehidupan.
Tidak ada suatu masalah pun dalam kehudupan ini yang tidak dijelaskan, dan
tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam walaupun masalah
tersebut nampak kecil dan sepele termasuk tata cara perkawinan Islam yang begitu
agung dan penuh nuansa. Islam mengajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa
lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan, melelahkan,
serta bertentangan dengan syariat Islam.
Islam telah
memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih.
Adapun tata
cara atau runtutan perkawinan dalam Islam sebagai berikut :
1.
Khitbah (peminangan)
Seorang
muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya meminang terlebih dahulu
karena dikhawatirkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam
melarang seorang muslim meminang seorang muslimah yang sedang dipinang orang
lain (Muttafaq’alaihi).
Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah orang yang akan dipinang (HR:[shahih] Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, No. 1093 dan Damiri).
Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah orang yang akan dipinang (HR:[shahih] Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, No. 1093 dan Damiri).
2.
Aqad
nikah
Dalam
aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu
adanya:
1) Rasa
suka sama suka dari kedua calon mempelai
2) Izin
dari wali
3) Saksi-saksi
Minimal
dua orang saksi dengan syarat sebagai berikut :
-
Muslim
-
Baligh
-
Berakal
-
Merdeka
-
Laki-laki
-
Adil
-
Pendengaran dan pengelihatan sempurna
-
Memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab dan qabul
-
Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
4) Mahar
Mahar
adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan
sebab pernikahan.
Mahar
(atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus
dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri
dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya,
kecuali dengan keridhaannya.
5) Ijab
Qabul (Sighat)
Ijab qabul adalah ucapan dari orang tua atau wali mempelai
wanita untuk menikahkan putrinya kepada calon mempelai pria. Orang tua mempelai
wanita melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria, dan seorang pria
menerima mempelai wanita untuk dinikahi. Dengan kata lain, ijab qabul merupakan
ucapan kesepakatan kedua belah pihak pasangan yang akan menikah.
Menurut sunnah, sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu.
Khutbah ini dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
3.
Walimah
Yang
dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang
paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya,
dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah
seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
“Tidak sah nikah
melainkan dengan wali.”
Juga sabda beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
وَشَاهِدَى عَدْلٍ
“Tidak sah nikah
kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.”
Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.
Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.
Urutan wali dan yang
berhak menjadi wali nikah adalah sebegai berikut :
1 - Ayah kandung
2 - Kakek, atau ayah dari ayah
3 - Saudara se-ayah dan se-ibu
4 - Saudara se-ayah saja
5 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7 - Saudara laki-laki ayah
8 - Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
1 - Ayah kandung
2 - Kakek, atau ayah dari ayah
3 - Saudara se-ayah dan se-ibu
4 - Saudara se-ayah saja
5 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7 - Saudara laki-laki ayah
8 - Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
Urutan wali di atas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2 dan seterusnya.
Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya seperti tokoh agama atau petugas KUA.
Apabila perempuan berada di suatu negara yang tidak ada wali hakim, maka sebagai gantinya adalah tokoh Islam setempat seperti Imam masjid atau ulama yang dikenal.
Syarat menjadi Wali Nikah
Walaupun
sudah termasuk golongan yang berhak menjadi wali nikah, belum sah menjadi wali
nikah sampai syarat-syarat berikut terpenuhi:
1. Islam (beragama
Islam). Tidak sah wali kafir selain kafir Kitabi (Yahudi dan Kristen boleh
menjadi wali).
2. Aqil (berakal
sehat). Tidak sah wali yang akalnya rusak.
3. Baligh (sudah usia dewasa)
tidak sah wali anak-anak.
4. Lelaki. Tidak sah
wali perempuan.
Ø Pernikahan
yang Dilarang
1. Nikah
Syighar
Yaitu
seseorang menikahkan orang lain dengan anak perempuannya, saudara perempuannya
atau selain dari keduanya yang masih dalam perwaliannya dengan syarat ia,
anaknya atau anak saudaranya juga dinikahkan dengan anak perempuan, saudara
perempuan atau anak perempuan dari saudara orang yang dinikahkan tersebut.
Pernikahan seperti ini tidaklah sah (rusak), baik dengan menyebutkan mahar ataupun tidak.
Pernikahan seperti ini tidaklah sah (rusak), baik dengan menyebutkan mahar ataupun tidak.
2. Nikah
Muhallil
Yaitu, seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sudah ditalak tiga kali setelah selesai ‘iddahnya, kemudian mentalak kembali dengan tujuan agar wanita itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya yang pertama.
Pernikahan semacam ini termasuk salah satu di antara dosa-dosa besar dan perbuatan keji. Hukumnya adalah haram, baik keduanya mensyaratkan pada saat akad, atau keduanya telah sepakat sebelum akad atau dengan niat salah satu di antara keduanya. Dan orang yang melakukannya akan dilaknat.
Yaitu, seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sudah ditalak tiga kali setelah selesai ‘iddahnya, kemudian mentalak kembali dengan tujuan agar wanita itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya yang pertama.
Pernikahan semacam ini termasuk salah satu di antara dosa-dosa besar dan perbuatan keji. Hukumnya adalah haram, baik keduanya mensyaratkan pada saat akad, atau keduanya telah sepakat sebelum akad atau dengan niat salah satu di antara keduanya. Dan orang yang melakukannya akan dilaknat.
3.
Nikah Mut’ah
Disebut juga dengan az-Zawaj al-Mu’aqqat (nikah sementara) dan az-Zawaj al-Munqati’ (nikah terputus), yaitu, seorang laki-laki menikahi seorang perempuan untuk jangka waktu satu hari, satu minggu atau satu bulan atau beberapa waktu yang telah ditentukan.
Para ulama telah sepakat atas pengharaman nikah mut’ah dan jika terjadi, maka nikahnya adalah bathil.
Disebut juga dengan az-Zawaj al-Mu’aqqat (nikah sementara) dan az-Zawaj al-Munqati’ (nikah terputus), yaitu, seorang laki-laki menikahi seorang perempuan untuk jangka waktu satu hari, satu minggu atau satu bulan atau beberapa waktu yang telah ditentukan.
Para ulama telah sepakat atas pengharaman nikah mut’ah dan jika terjadi, maka nikahnya adalah bathil.
4.
Nikah dengan Niat Talak
Syaikh Sayyid Sabiq -rahimahullah- dalam kitab Fiqhus Sunnah (II/38) berkata, “Para ahli fiqih telah sepakat bahwa orang yang menikahi wanita tanpa mensyaratkan zaman, akan tetapi ia mempunyai niat untuk menceraikannya setelah beberapa waktu atau setelah keperluannya di negara yang sedang ia tempati telah selesai, maka nikahnya tetap sah.”
Akan tetapi al-Auza’i -rahimahullah- menyelisihi pendapat tersebut dan menganggapnya termasuk nikah mut’ah.
Syaikh Sayyid Sabiq -rahimahullah- dalam kitab Fiqhus Sunnah (II/38) berkata, “Para ahli fiqih telah sepakat bahwa orang yang menikahi wanita tanpa mensyaratkan zaman, akan tetapi ia mempunyai niat untuk menceraikannya setelah beberapa waktu atau setelah keperluannya di negara yang sedang ia tempati telah selesai, maka nikahnya tetap sah.”
Akan tetapi al-Auza’i -rahimahullah- menyelisihi pendapat tersebut dan menganggapnya termasuk nikah mut’ah.
Ø Hikmah Pernikahan
1.
Hikmah pernikahan
bagi individu dan keluarga
a.
Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram
b.
Terhindar dari perbuatan maksiat, terutama masturbasi, perzinahan, dan
pemerkosaan
c.
Menciptakan keturunan yang baik dan mulia
d.
Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang
e.
Bersungguh-sungguh dalam mencari rizki
f.
Memperluas persaudaraan
g.
Mendatangkan berkah
2.
Hikmah pernikahan bagi masyaraka
a.
Terjamin ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat
b.
Dapat memperkokoh tali persaudaraan
c.
Dapat meringankan beban masyarakat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulans
Berdasarkan uraian pada pembahasan dapat diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Hukum nikah ada lima, yaitu Sunnah (hukum asal pernikahan), mubah, wajib,
makruh, dan haram.
3.
Rukun nikah adalah calon suami, calon istri, ijab qabul, wali dari
perempuan, dan dua orang saksi yang adil.
4.
Hikmah pernikahan bagi individu dan keluarga :
a.
Terwujudnya kehidupan yang tenang dan tentram
b.
Terhindar dari perbuatan maksiat, terutama masturbasi, perzinahan, dan
pemerkosaan
c.
Menciptakan keturunan yang baik dan mulia
d.
Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang
e.
Bersungguh-sungguh dalam mencari rizki
f.
Memperluas persaudaraan
g.
Mendatangkan berkah
5.
Hikmah pernikahan bagi masyarakat :
a.
Terjamin ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat
b.
Dapat memperkokoh tali persaudaraan
c.
Dapat meringankan beban masyarakat
B.
Saran
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Suparta dan Djedjen Zainuddin.
2005. Fiqih. Semarang : PT. Karya Toha Putra
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking